Siap-Siap! Toko Online Bakal Jadi Target Pajak

Jakarta - Pemerintah dalam waktu bersahabat akan menggali potensi pajak pada transaksi online yang selama ini belum tersentuh. Padahal, dari tahun ke tahun transaksi perdagangan digital alias e-commerce ini mencapai triliunan rupiah.
Lewat Kementerian Keuangan, pemerintah terus mengkaji cara yang sempurna untuk mengenai pajak di setiap transaksi online.
Berdasarkan catatan detikFinance, Rabu (23/8/2017). Pada 2014 saja, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat, transaksi jual beli melalui e-commerce rata-rata mencapai Rp 100 triliun per tahun. Namun, transaksi tersebut tidak tersentuh pajak.
Di Indonesia, pelaku usaha di jagat digital ekonomi sudah banyak, sebut saja mulai dari Bukalapak.com, Tokopedia, sampai transaksi jual beli di media umum menyerupai Twitter, Instagram, sampai Facebook.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan pemerintah Indonesia tidak segan untuk mendiskusikan hal tersebut di forum G20. Tujuannya, untuk merealisasikan pengenaan pajak pada setiap transaksi online, terutama transaksi lintas negara.
Mantan eksekutif pelaksana Bank Dunia ini menyadari, transaksi online sesungguhnya mudah dideteksi lantaran sudah tercatat pada sistem.
"Tetapi kalau untuk beberapa hub di luar Indonesia itu perlu didiskusikan, ini perlu dibicarakan di G20," kata Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (21/8/2017).
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, memastikan potensi pajak pada transaksi online tinggi, lantaran pertumbuhan usaha sektor e-commerce di Indonesia sangat pesat.
Namun sebagai bisnis model yang baru, kata Suahasil, pemerintah masih merumuskan cara memajaki sektor tersebut semoga tidak terjadi duduk perkara ke depannya.
"Sebagai modal bisnis yang baru, kami harus perhatikan level of playing field termasuk perpajakannya," kata Suahasil.
Selanjutnya, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Suryo Utomo, berharap dalam waktu bersahabat pemerintah sudah menentukan bagan pemajakan transaksi pada e-commerce.
"Kami sedang diskusi dengan para pihak khususnya di dalam negeri. Karena gosip mengenai pergeseran pola transaksi dari konvensional dan e-commerce. Semoga tidak terlalu lama kami mampu definisikan model transaksi dan bagaimana memajaki," kata Suryo.
Tidak hanya itu, transaksi online juga nantinya akan memperlihatkan kontribusi terhadap konsumsi rumah tangga yang merupakan salah satu komponen penting terhadap pertumbuhan ekonomi.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mengakui telah terjadi pergeseran pola belanja masyarakat Indonesia dari konvensional ke transaksi online.
Menurut dia, jikalau sudah tercatat dengan baik, maka transaksi online ini akan berkontribusi kepada konsumsi rumah tangga dan tentunya memperlihatkan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Bisa, cuma belum di-absorb (serap) mungkin yang ini, besar (nilainya, contohnya tokopedia, Bukalapak itu bulanannya sudah triliun, (transaksinya) ada di market place kalau untuk yang menggantikan ritel," kata Rudiantara.
Diketahui, target penerimaan perpajakan di 2018 tumbuh 9,3% menjadi Rp 1.609,4 triliun, yang terdiri dari bea dan cukai Rp 194,1 triliun, PPh migas Rp 35,9 triliun, dan pajak non migas Rp 1.379,4 triliun.
Pemerintah tidak hanya mengandalkan penerimaan dari para wajib pajak yang selama ini patuh membayar pajak. Melainkan kepada data-data gres yang telah dimiliki otoritas pajak dari pelaksanaan jadwal tax amnesty maupun kerja sama internasional menyerupai automatic exchange of information (AEoI), bahkan akan menggali potensi pajak pada transaksi online yang selama ini belum tersentuh secara merata.