Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Akhir Tahun Ini, Skema Pajak Toko Online Terbit?

Akhir Tahun Ini, Skema Pajak Toko Online Terbit?Foto: Tim Infografis: Fuad Hasim

Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan mengharapkan, aturan atau denah pengenaan pajak transaksi online atau e-commerce terbit pada selesai tahun 2017.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, ketika ini tengah diformulasikan formula pengenaan pajak transaksi toko online.

"Ini sedang dikonsepkan suatu ketentuan yang nanti mudah-mudahan enggak hingga selesai tahun ini harus sudah kelar ya. Sudah selesai gitu ya, mekanisme pengenaan pajak untuk e-commerce," kata Hestu di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (4/9/2017).

Formulasi pengenaan pajak di setiap transakasi online sudah tertuang dalam Perpres 74 Tahun 2017 terkait dengan roadmad e-commerce yang terbit pada Juni tahun ini.

"Jadi salah satu poinnya memang adanya suatu kebijakan perpajakan, peraturan yang jelas, dan tetap menunjukkan ruang semacam insentif bagi terutama untuk start up," ungkap dia.

Namun, dalam konsep perpajakan transaksi online ini dipastikan tidak ada jenis pajak yang baru, atau tetap menetapkan pajak PPN dan PPh. Skema yang tengah digodok ini, kata Hestu, membuat para pelaku e-commerce supaya lebih patuh membayarkan kewajiban pajaknya.

Aturan yang ada ketika ini masih menganut self assessment, di mana para wajib pajak masih mampu memilih untuk melaporkan kewajiban pajaknya atau tidak.

"Jadi orang jualan lewat e-commerce, ya beliau labanya berapa, lapor di SPT, normal aja. Kalau ada PPN ya beliau pungut PPN, kan gitu ya. Nah, ini yang akan kita formulasikan ialah suatu mekanisme yang mungkin akan berbeda dengan tadi, yaitu self assesment, alasannya ialah ya kalau self assesmetn selama ini kita lihat banyak yang memang enggak mau lapor ya. self dirinya sendiri ya, tapi banyak yang enggak," papar dia.

Sampai ketika ini, aturan kewajiban yang membayar pajak juga ditentukan dari omzetnya, yakni bila omzet di bawah Rp 4,8 miliar maka tidak wajib melaporkan pajaknya. Namun, untuk yang omzetnya di atas Rp 4,8 miliar harus patuh melaporkan dan membayarkan pajaknya.

Lanjut Hestu, aturan yang masih dikaji ini juga nantinya tidak hanya mengakomodasi pelaku toko online dalam negeri, melainkan juga yang berada di luar negeri.

"Yang paling penting juga di dalam ketentuan nanti ialah bahwa ini akan ada perlakuan equal antara pelaku yang di dalam negeri, dengan pelaku yang berasal dari luar negeri. Nah, ini harus ada perlakuan yang baik. Kalau yang di dalam negeri harus bayar pajak, ya yang dari luar negeri juga harus membayar pajak di sini, nah itu nanti yang sedang diformulasikan," tukas dia.