Sulitnya Tarik Pajak dari Transaksi di Medsos

Jakarta - Pemerintah tengah gencar menggali potensi pajak dari banyak transaksi online. Di 2020, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memprediksi, transaksi e-commerce di Indonesia mampu mencapai US$ 130 miliar, atau sekitar Rp 1.755 triliun.
Kepala Subdit Tata Kelola e-Business Kementerian Kemenkominfo, Nyoman Adhiarna, mengatakan pemungutan pajak paling memungkinkan adalah dari transaksi toko online. Sementara denah pengenaan pajak pada transaksi online yang dilakukan lewat media umum tetap sulit dilakukan.
"Ini yang susah, underground, kita enggak atur sementara. Kita lagi advantage jadi tahap awal, jangan terlalu diatur-atur, tapi jikalau orang beli di Instagram, barang enggak sesuai tanggung jawab sendiri," ungkap Nyoman, dalam Diskusi Potensi E-Commerce di JIExpo, Jakarta, Kamis (12/10/2017).
Dia menuturkan, negara maju sekali pun dikala ini belum menemukan formula untuk sistem pemajakan pada jual beli di media sosial. Di dikala bersamaan, transaksi pada toko online juga masih banyak evaluasi.
"Saya pikir sulit, di negara lain juga belum ada. Kan punya saya taruh gambar barang di FB terus saja jual kan pribadi. Teman-teman dari Bukalapak enggak mau dipajakin, mereka takut nanti orang jualannya ke sana, jualan ke Instagram," kata Nyoman.
Menurutnya, kemajuan teknologi membuat regulator pun harus putar otak, termasuk dalam soal perpajakannya. Perubahannya pun dari waktu ke waktu sangatlah dinamis.
"Kayak kemarin orang jual kaset ada cukainya, sekarang beli online pakai i-Tunes enggak bisa, beli lewat app store juga bayar pajak, tapi kemudian pindah jualan ke medsos enggak mampu dipajakin," pungkas Nyoman.