Transaksi yang Dilarang Islam
– Dalam Islam, setian transaksi bisnis harus didasarkan kepada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (an taradhim minkum) dan tidak bathil yaitu tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun), sehingga kalau ingin memperoleh hasil harus mau mengeluarkan biaya (al kharaj bi al dhaman), dan kalau ingin untung harus mau menanggung risiko (al ghunmu bi al ghurmi)
Berikut ialah transaksi-transaksi yang dilarang dalam islam:
Semua acara bisnis terkait dengan barang dan jasa yang diharamkan Allah. Barang dan jasa yang diharamkan Tuhan menyerupai babi, khamar atau minuman yang memabukkan, narkoba, dan sebagainya.
Riba. Adalah aksesori yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan (‘iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.
Penipuan. Terjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui berita yang diketahui pihak lain dan dapat terjadi empat hal, yakni dalam kualitas, kuantitas, harga, dan waktu penyerahan.
Perjudian. Adalah transaksi yang melibatkan dua belah pihak atau lebih, dimana mereka menyerahkan uang/harta kekayaan lainnya, kemudian mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, tabrak ketangkasan, kuis sms, tebak skor bola, atau media lainnya.
Gharar. Transaksi yang mengandung ketidakpastian (gharar) terjadi saat terdapat incomplete information, sehingga ada ketidakpastian antara dua belah pihak yang bertransaksi. Ketidakpastian ini dapat menimbulkan pertikaian antara para pihak dan ada pihak yang dirugikan.
Ihtikar. Penimbunan barang (ihtikar) ialah membeli sesuatu yang diharapkan masyarakat, kemudian menyimpannya sehingga barang tersebut berkurang di pasaran dan menjadikan peningkatan harga.
Monopoli. Biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier, untuk menghambat produsen atau penjual masuk ke pasar supaya ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi.
Bai’an Najsy. Rekayasa seruan (bai’an najsy) dapat terjadi apabila satu pihak berpura-pura mengajukan penawaran dengan harga yang tinggi, supaya calon pembeli tertarik dan membeli barang tersebut dengan harga yang tinggi.
Suap. Dilarang alasannya ialah suap dapat merusak sistem yang ada di masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakadilan social dan persamaan perlakuan.
Ta’alluq. Penjualan bersyarat (ta’alluq) terjadi apabila ada dua komitmen saling dikaitkan dimana berlakunya komitmen pertama tergantung pada komitmen kedua, sehingga dapat menjadikan tidak terpenuhinya rukun (sesuatu yang harus ada dalam akad) yaitu objek akad.
Bai’al Inah. Pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli (bai’al inah) terjadi saat dua belah pihak yang seperti melaksanakan jual beli, namun tujuannya bukan untuk menerima barang melainkan penjual mengharapkan untuk menerima uang tunai sedangkan pembeli mengharapkan kelebihan pembayaran.
Jual beli dengan cara Talaqqi Al-Rukban. Jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau pembawa barang perniagaan dan membelinya, simana pihak penjual tidak mengetahui harga pasar atas barang dagangan yang dibawanya sementara pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang berlipat dengan memanfaatkan ketidaktahuan mereka.
Sumber artikel ini dari buku Akuntansi Syariah di Indonesia, Sri Nurhayati & Wasilah, Penerbit Salemba Empat. Terimakasih.
