Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyebab Krisis Ekonomi Indonesia (1997-2003)


Awal terjadinya banyak sekali krisis yang muncul di Indonesia ialah adanya devaluasi mata uang Baht oleh pemerintah Thailand pada tanggal 2 Juli 1997 sebagai akhir adanya acara di pasar valuta asing, khususnya dolar Amerika Serikat. Kemudian merambat ke Filipina, Malaysia dan Indonesia.
Pada mulanya kurs dolar Amerika Serikat US$ 1 = Rp 2.400,- menjadi US$ 1 = Rp 3.000,-. Kemudian naik terus (pada bulan Agustus – November  1997) hingga menandakan angka US$1 = Rp 12.000,-. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia antara lain dengan menaikkan suku bunga akta Bank Indonesia (SBI) hingga 30%, dengan keinginan menurunkan inflasi. Namun kenyataan dilapangan, bank-bank menaikan leading rate (tingkat suku bunga kredit) sebab cost of loanable punds mengalami kenaikkan pada semua bank. Akibat lainnya Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) juga meningkat tajam, sebab bank-bank mengalami kesukaran likuiditasnya. Kondisi ini bahkan meningkatkan laju inflasi dari 11,05% pada tahun 1997 menjadi 77,63% pada tahun 1998.

Krisis nilai tukar / krisis moneter merupakan pemicu awal terjadinya krisis perbankan dan krisis ekonomi pada tahun 1997 diikuti oleh krisis-krisis lainnya, sebab keyakinan masyarakat rendah dengan kondisi sector perbankan yang rapuh. Hal ini terjadi sebab kebijakan perbankan yang sangat liberal. Sampai hamper satu decade setelah krisis perbankan masih tetap menjadi adegan dari krisis ekonomi. Kondoso LDR (Loan to Deposit Ratio) perbankan masih rendah. Sepertiga bahkan hingga 40% dana perbankan tidak mampu disalurkan sebagai kredit untuk usaha dan bisnis. Dana perbankan banyak dimainkan untuk investasi bukan disektor riil. Sebagai kebalikan aturan perbankan sebelum krisis, setelah krisis perbankan dijerat dengan banyak sekali aturan yang sangat ketat, sehingga mengorbankan sector riil. Kondisi sector industry kesudahannya juga mengalami kemacetan. Akibat selanjutnya tidak hanya krisis moneter, krisis perbankan dan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, tetapi juga diikuti krisis sosial, krisis keyakinan dan krisis polotik.
Seperti yang dikemukakan banyak sekali pengamat ekonomi (Lukman Dendawijaya, 2003) krisis yang melanda Indonesia semenjak Juli 1997 hingga tahun 2003 ialah sebagai berikut:
1.      Krisis Moneter, Indikatornya :
a.       Depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
b.      Neraca pembayaran (Balance of Payment) yang negative
c.       L/C bank-bank nasional tidak diterima oleh perbankan internasional
d.      Uang beredar terus meningkat.
2.      Krisis Perbankan, Indikatornya :
a.       Likuidasi bank ditutup
b.      Pembentukan BPPN untuk menyehatkan bank-bank
c.       Bank beku operasi dan bank take over
d.      Utang luar negeri yang membengkak
e.       Tingkat suku bunga SBI naik terus, mulai 30%, 40% dan 45% jangka waktu 1 bulan
f.       Tingkat suku bunga deposito bank umum 45%, 55% dan 65% jangka waktu 1 bulan
g.      Utang bank dalam bentuk BLBI melampaui 200%-500%.
3.      Krisis Ekonomi, Indikatornya :
a.       Tingkat suku bunga derma sangat tinggi, hingga mencapai 70%
b.      Stagnasi di sector riil
c.       Tingkat inflasi sangat tinggi (inflasi mencapai 24% dalam 3 bulan pertama tahun 1998)
d.      PHK di banyak sekali sector riil.
4.      Krisis Sosial, Indikatornya :
a.       Tingkat pengangguran meningkat
b.      Penduduk dibawah garis kemiskinan meningkat
c.       Kerusuhan dan penjarahan
d.      Kriminalitas meningkat.
5.      Krisis Kepercayaan, Indikatornya :
a.       Kepercayaan pada pemerintah turun drastic
b.      Demonstrasi dan unjuk rasa mahasiswa
c.       Hujatan terhadap presiden Soeharto
d.      Tuntutan oleh mahasiswa, masyarakat dan politisi.
6.      Krisis Politik, Indikatornya :
a.       Terbentuknya partai-partai politik baru
b.      Demonstrasi dan unjuk rasa anti pemerintah
c.       Sinisme dan hujatan terhadap kebijakan pemerintah
d.      Pro dan kontra siding istimewa MPR.