Benarkah Daya Beli Masyarakat RI Lesu? Ini Jawaban Jokowi

Bogor - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) sudah memasuki umur tiga tahun. Pemerintahan tidak melulu berjalan mulus, banyak dilema melanda, salah satunya ialah daya beli yang lesu.
Banyak hal yang menjadi alasan masyarakat punya pikiran daya beli lesu. Misalnya, perusahaan ritel gulung tikar, toko-toko di mal mulai tutup, kredit perbankan melambat, dan lain-lain. Namun benarkan daya beli masyarakat RI mulai lesu?
Jokowi yang diwawancarai detikcom di Istana Bogor pekan lalu mencoba menjelaskan soal situasi daya beli masyarakat RI akhir-akhir ini.
"Sekarang kita berbicara angka ya. Saya kasih angka PPN selesai Agustus kemarin naik 12,14%. PPN itu apa sih, acara ekonomi, jual-beli yang dipotong kan ada kenaikan 12,14%," kata Jokowi, Kamis (12/10/2017).
"Artinya apa? Ya ada acara ekonomi jual beli direkam oleh PPN ini," tambahnya.
Menurutnya, dikala ini ada pergeseran contoh konsumsi masyarakat RI yang dulu sering belanja secara konvensional, sekarang mulai beralih ke online.
"Jasa kurir ini ada pergeseran offline ke online, jasa kurir naik 130%. JNE, kantor pos, DHL, naik 130% ini ada shifting pergeseran offline ke online. Makara bila kita lihat ada contoh belanja yang berubah ada pergeseran contoh belanja," jelasnya.
Pergeseran contoh belanja ini, kata Jokowi, belum terdeteksi secara maksimal. Sehingga tampak menyerupai masyarakat mulai kurangi belanja, padahal yang bergotong-royong tidak demikian.
"Dan itu enggak hanya dengan toko online gede-gede, sekarang rumah tangga individu mampu pajang produk di Instagram dan Facebook, ini belum mampu terdeteksi ya. Makara aku optimistis pertumbuhan ekonomi angkanya mampu di atas 5%," ucapnya.