Akuntansi Untuk Entitas Tempat Ibadah: Akuntansi Masjid
– Tempat ibadah sebetulnya tidak hanya bertujuan menjadi kawasan beribadah ritual unmat beragama yang sifatnya rutin. Namun, apabila kawasan ibadah dapat dikelola dengan konsep organisasi yang modern dapat menjelma organisasi yang berperan dan berfungsi melebihi tujuan utamanya, yaitu melayani peribadatan umat.
Keberadaan masjid tidak mampu dilepaskan dari pengelolaan dana yang berasal dari amal atau tunjangan umat yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut. Namun demikian, tidak berarti masyarakat tidak mementingkan pertanggungjawaban dari pengurus organisasi keagamaan, misalnya ta’mir masjid, terkait pengelolaan dana amal masjid. Untuk itu, akuntabilitas tetap penting dalam organisasi keagamaan.
Pola pertanggungjawaban di organisasi keagamaan dapat bersifat vertikal maupun horizontal. Pertanggungjawaban vertikal ialah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, menyerupai kepada Pembina. Dalam konteks yang lebih jauh lagi, pertanggungjawaban secara vertikal juga berarti pertanggungjawaban kepada Tuhan, meskipun tidak ada dalam bentuk bahan maupun fisik. Sedangkan pertanggungjawaban horizontal ialah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas, kususnya pengguna atau peserta layanan organisasi keagamaan yang bersangkutan. Kedua contoh pertanggungjawaban tersebut merupakan elemen penting dari proses akuntabilitas publik.
Untuk menciptakan akuntabilitas yang baik diharapkan sarana untuk mewujudkannya, yaitu dengan menerapkan akuntansi pada organisasi keagamaan. Seberapa besar tugas akuntansi dalam organisasi keagamaan diukur dari seberapa besar manfaat akuntansi pada organisasi keagamaan tersebut. Peling tidak ada tiga manfaat akuntansi, yaitu:
1. Penyediaan gosip yang akurat dan andal
2. Menciptakan akuntabilitas publik
3. Untuk pengendalian manajemen
Informasi yang akurat dan ahli dapat berkhasiat bagi pengurus organisasi keagamaan untuk pengambilan keputusan manajerial. Penerapan akuntansi biaya dan akuntansi administrasi dapat membantu pengurus untuk mengelola organisasi keagamaan dengan efektif dan efisien. Efektivitas pengelolaan dana terkait dengan kesesuaian alokasi dan penggunaan dana dengan tujuan organisasi, dan efisiensi terkait dengan kewajaran besaran dana yang digunakan untuk membiayai sebuah acara atau kegiatan organisasi. Sedangkan untuk keperluan akuntabilitas publik, pengurus perlu menerapkan akuntansi keuangan. Tentunya, akuntansi keuangan yang sesuai dengan organisasi keagamaan ialah akuntansi untuk entitas nirlaba sebagaimana yang diatur dalam PSAK No. 45 ihwal Standar Akuntansi untu Entitas Nirlaba. Berdasarkan PSAK No. 45, laporan keuangan yang harus disajikan ialah Laporan Laba/Rugi, Laporan Arus Kas, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Mungkin ketika ini akuntansi belum dijadikan kebutuhan bagi sebagian besar pengurus organisasi masjid. Namun, tidak tertutup kemungkinan semakin meningkatnya kualitas pendidikan masyarakat dan meningkatnya kesadaran umat muslim akan pentingnya gerakan kembali ke masjid, menyebabkan penerapan system akuntansi yang baik menjadi kebutuhan mendasar bagi organisasi masjid.
Sumber artikel ini dari Buku “Akuntansi Sektor Publik” yang ditulis oleh Abdul Halim & Syam Kusufi yang diterbitkan oleh Salemba Empat. Baca juga mengenai Akuntansi organisasi nirlaba lainnya, yaitu Akuntansi Partai Politik dan Akuntansi LSM. Terimakasih.
